Caption: Ketika kita mendengar pasar tradisional, mungkin yang terlintas
dalam pemikiran kita adalah tempat yang bau, kotor, kumuh dan tak ada sesuatu yang menarik di dalamnya. Kebanyakan pasar tradisional di Indonesia kurang mendapatkan perhatian dari pihak pemerintah. Namun hal yang berbeda akan anda temukan ketika menginjakkan kaki di Pasar bolu. Di pasar ini, anda akan menemukan sensasi yang berbeda dengan pasar tradisional lainnya. Oleh karena itu pasar ini layak menjadi salah satu agenda kunjungan anda ketika berkunjung ke Toraja.
Pasar Bolu merupakan pasar yang terletak di Poros Rantepao – Palopo, Bolu, Toraja Utara. Akses menuju pasar ini cukup mudah yaitu sekitar 2 km dari kota Rantepao dan dapat dicapai dengan menaiki angkutan umum
Dulunya sebelum Pemda Toraja Utara mengeluarkan Perda Tentang Penetapan hari pasar selasa & sabtu, di pasar tradisional Bolu ini berlaku hari pasaran yang jatuh jatuh enam hari sekali. Pasar bolu ini terbuka setiap hari mulai dari jam 07.00 sampai 18.00. anda akan menjumpai berbagai jenis kerbau yang membanjiri pasar ini. Alhasil , pada hari pasaran banyak wisatawan yang memanfaatkan momen ini untuk bertualang di pasar terbesar di Toraja Utara ini. Keramaian Pasar Hewan Bolu yang menjual Kerbau diberi julukan sebagai pasar kerbau terbesar di dunia. Hal ini dikarenakan sedikitnya terdapat 500 ekor Kerbau yang diperjualbelikan di pasar ini Berbagai jenis kerbau yang dijual di pasar Bolu dengan harga mulai dari yang paling murah seharga 12 Juta rupiah hingga 1 milyar. Adapun yang menjadi tolak ukur dari nilai sebuah kerbau adalah jenis kerbau tersebut, warna kulit dan bulu,postur, tanda-tanda di badan, tanduk dan masih banyak lagi. Bila dibandingkan dengan berbagai jenis kerbau yang ada di Indonesia,kerbau asal Toraja fisiknya jauh lebih besar, kekar dan gemuk di banding dengan kerbau di daerah lain di Indonesia. Yang terutama adalah warna yang membuatnya menjadi spesial. Berbagai jenis kerbau yang bisa kita temui di pasar ini. Dalam masyarakat Toraja kerbau punya peranan penting dalam kehidupan mereka khususnya dalam nilai budaya dan ekonomi. Kerbau atau dalam bahasa setempat tedong merupakan lambang kemakmuran. Tidak heran jika pada saat upacara adat kematian atau Rambu Solo, kerbau menjadi salah satu ukuran utama yang harus dikorbankan. Jumlah kerbau yang dikorbankan menjadi salah satu tolak ukur kemakmuran bagi keluarga yang menyelenggarakan upacara adat tersebut.