Picture
Caption: Aku hentikan detak waktu setelah hujan deras runtuh di atas tanah kering yang mengepal jejak kakimu.
Hari ini langit gelap dan berkabut.
Aku pejamkan kata-kata yang bertandang di halaman pikiranku.
Hari ke delapan belas bulan oktober yang seharusnya tepat untuk mengatakan jika aku mencintaimu.
Bandara dengan pelukan, guratan nama dan lakon yang hidup dalam percakapan jam dua pagi, juga kehangatan lain yang kita rajut untuk malam-malam biru.
"Aku ingin menemuimu!"
Teriak pikiranku keras.
Deretan harap satu persatu gugur oleh musim. Hujan bulan ini sudah begitu keras memukul doa-doa di tahun lalu seperti gelegar yang membelah dada anak-anak manusia, laiknya petani yang gagal menuai berkah.
Harap yang sudah babak belur,
lebur di antara keping-keping kehilangan hingga nyaris menyerah dengan umpama-umpama yang kian limbung.
Aku bersembunyi di balik doa, melaju dengan sisa-sisa ragu. Apakah semua hanya berupa ingin yang sekadar angan?
Sungguh...
Aku ingin tuntaskan segala pertanyaan itu.
Aku ingin menjadi cuaca yang mampu redahkan hujan di matamu.
— Tyara P. Putri